Minggu, 15 Juli 2007

PENENTUAN AWAL BULAN RAMADLAN

BABI

Pendahluan

Latar Belakang.

Menentukan awal berpuasa pada bulan ramadlan sangat penting bagi ummat Islam dikarenakan penentuan awal bualan ramadlan tersebut adalah salah satu sebab wajibnya berpuasa bagi orang-orang yang diwajibkan untuk melakukan puasa pada bulan tersebut. Dan dalam penetuan tersebut walaupun sudah ditetapkan dalam hadits-hadits Nabi tapi masih banyak terdapat perbedaan-perbedaan pendapat dalam menentukan awal bualan ramadlan dikalangan ummat Islam, sehingga dalam melakukan berpuasa pada bulan ramadlan banyak kita lihat perselisihan-perselisihan yang terjadi. Maka dalam makalah ini kami akan mencoba untuk membahas penentuan awal berpuasa pad bulan ramadlan.



Rumusan masalah.

Agar tidak terjadi kerancauan dalam makalah kami ini maka kami akan merumuskan apa-apa yang akan kami bahas dalam makalah ini diantaranya adalah:

Pendahuluan.
Pembahasan Masalah
Penutup dan kesimpulan.


BAB II



Pembahasan masalah.



Penentuan awal bulan ramadlan adalah salah satu sebab wajibnya berpuasa bagi orang-orang yang telah diwajibkan untuk melakukan puasa pada bulan ramadlan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits Nabi SAW adalah dengan dua cara untuk menentukan awal berpuasa pada bulan ramadlan yaitu dengan ru’yatul hilal dan dengan menyempurnakan tiga puluh hari bulan syawal dal;am dua cara ini para Ulama Jumhur sepakat dengan ru’yatul hilal terkecoalai ketika melakukan ru’yatul hilal tersebut terjadi mendung atau tidak nyata kelihatan bahwa ada hilal pada malam ketiga puluh buln sya’ban tersebut maka untuk menentukan awal ramadlan adalah dengan menyempurnakan tiga puluh hari bulan sya’ban dan dalam haditspun jelas diterangkan

صموا لرؤيته وافطروا لرؤيته فان غم عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين يوما



Artinya:

Berpuasalah kamu sekalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kamu sekalian dengan melihatnya (hilal) , maka apabila terjadi mendung atas kamu (tidak kelihatan adanya hilal) maka sempurnakan olehmu akan bulan sya’ban tiga puluh hari.



Maka jelaslah dalam hadits ini bisa kita katakana bahwa menentukan awal bulan ramadlan pada langkah awal adalah dengan melakukan ru’yatul hilal, apabila hialal tidak kelihatan maka dengan menyempurnakan 30 (tiga puluh hari) bulan sya’ban.

Juga dalam kitab Bugyatul Musytasridin dijelaskan:

لايثبت رمضان كغيريه من الشهور الا برؤية الهلال او اكمال العدة ثلاثين بلا فارقز

Bulan ramadlan sama dengan bulan – bulan lainnya disepakati tidak ditetapkan kecoali dengan telah melihat hilal , atau menyempurnakan bilangan tiga puluh hari.



Dan dalam melaksankan ru’yatul hilal ini tidak diharuskan bagi semua orang yang akan melakukan puasa pada bulan tersebut tetapi cukup dengan pengakuan seorang yang terpercaya dan adil bahwa dia telah melihat adanya hilal maka dengan pengakuan tersebut wajiblah berpuasa terutama bagi orang tersebut dan bagi orang yang lain juga cukup dengan pengakuan seorang tersebut, dengan dalil sebuah hadits yang dirawioleh Abu Daud:

" اخبرت النبى .ص .م انى رايت الهلال فصام وامر الناس بصيامه " (رواه ابو داود).

Artinya:

Aku memberitau akan Nabi SAW. Bahwa aku telah melihat hilal, maka Nabi berpuasa dan Nabipun memerintahkan semua manusia untuk brpuasa (riwayat Abu Daud).



Maka dengan dalil ini dalam sebuah daerah tidak diharuskan bagi semua orang untuk melakukan ru’yatul hilal cukup ada satu orang yang bisa dipercaya dan adil unuk menetukan bahwa adanya hilal.



Dan apakah boleh bagi orang yang tinggal disebuah tempat atau sebuah wilayah untuk mengikuti ketentua ru’yah internasional, vasibilitas hilal yang terjadi dengan melihat hilal memperbantukan indera mta (ru’yatul hilal) merupakan pilihan utama dalam pemikiran Jumhur fuqaha’ bila akan menetapkan awal / akhir bulan Qamariyah, cara lain bila mengalami kegagalan adalah dengan metode istikmal (menyempurnakan bilangan tiga puluh hari). Hisab astronomi (penghitungan falakiyyah) ditempatkan sebagai pendukung , guna memperkirakan waktu konjungsi (al-Ijtima’) dan kadar ketinggian hilala diatas ufuk.



Konsekwensi dari metode hisab astronomi adalah brlakunya pada mathla’ secara lokal (pernegara). Penetapan mathla’ hanya berlaku lokal Negara setempat bias dipahami dari perintah Rasulullah kepada pejabat amir kota Makah saat beliau menunaikan haji. (HR. Abu Daud dari Husein bin al-Haris al-Jadali).



Sedangkan masyarakat sring terkacaukan oleh seruan-seruan untuk melaksanakan berpuasa atau untuk berhari raya dengan brpedoman pada ketentuan disudi Arabia cara tersebut bermaksut melegalisir ru’yatul hilal Negara Saudi Arabia sebagai ru’yat interenasional. Sedangkan pertimbangan hokum adalah:

Lokasi kepulauan Indonesia juga berbeda mathla’nya dengan Saudi Arabia.
Ru’yatu hilal yang gagal terjadi disluruh Indonesia, bias saja berhasil dilakukan dinegara lain, termasuk disaudi Arabia karena terbenam matahari selisih 4 (empat) jam lebih belakang disbanding waktu setandar Indonesia.
Keretaria imkanur ru’yat hasil kesepakatan MABIMS adalah:
a. ketinggian hilal 2 (dua) derajat.

b. Umur bulan minimal delapan jam saat konjungsi.

ibnu Abidin dalam kitab raddul Mukhtar juz II. Hlm, 393 dalam subtansi uraiannya menempatkan mathla’ Negara setempat sebagai acuan pokok penetapan awal/akhir bulan Qamkariyyah.


Maka berdasarkan pertimbangan hukum ini bahwa ummat islam Indonesia maupun pemerintah Indonesia tidak dibenarkan mengikuti ru’yat al-hilal internasional karena tidak berada dalam kesatuan hukum. Sebagai dasar pengambilan adalah : athul Barriy Syarah al- abukhari lil Hafizd ibn Hajar al-Asqalani Juz IV, hlm, 123:

ثانيها مقابله اذا رؤي ببلداة لزم اهل البلد كلها وهوا المشهور عند المالكية, لكن حكى ابن عبد البر الاجماع على خلافه وقال اجمعوا على انه لاتراعى الرؤية فيما بعد من البلاد.(فتح الباري بشرح البخارى للحافظ ابن حجر العسقلاني ).

Artinya:

Yang kedua adalah muqabalah, jika hilal terlihat disuatu daerah / Negara, maka seluruh penduduknya (harus mulai berpuasa atau berhari raya)Pendapt ini masyhur dikalangan Maliki. Namun Imam ibn Abdul barr meriwaytkan ijma’ ulama yang berbeda. Mereka bersepkat, bahwa terlihatnya hilal itu tidak tidak dapat daptat dijadikan pedoman pada daerah/ Negara yang berjauhan dari tempat terlihatnya hilal tersebu

وعبارته: وقال ابن المجشون: لايلزمهم باشهادة الا لاهل البلد الذى ثبتت فيه الشهادة الا ان يثبت عند الامام الاعظم فيلزم الناس كلهم, لان البلاد فى حقه كالبلاد الواحد اذ حكمه نافذ فى حكم الجميع (فتح الباري).

Redaksinya Ibnul Majisyun berpendapat, tidak ada keharusan untuk melakukan persaksia kecuali bagi penduduk daerah/ negeri yang bersangkutan, kecuali jika Imam/ penguasa sudah mantap (dengan kesaksian terlihatnya hilal), maka merupakan kewjiban seluruh penduduknya (untuk mengikutinya), karena seluruh negeri berada dalam hak (kekuasaan)nya seperti satu negeri, dank arena ketetapan hukumnya berlaku bagi kesemuanya.

BAB III

Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa penentuan awal puasa pada bulan ramdlan adalah sangat penting bagi ummat Islam karena penentuan awal bualan ini adalah salah astu sebab wjibnya untuk melakukan puasa pada bulan ramadlan lain halnya dengn buln yang – bulan yang lain yang memang tidak diwajibkan untuk berpuasa sebagaimana bulan ramadlan.

Dan untuk menetapkan awal bulan ramadlan sebgaimana yang terdapat dalam hadits-hadits Nabi dan kesepakatan para Ulama Jumhur adalah dengan dua cara yaitu dengan ru’yatul hilal kemudian apabila terjadi kegaglan maka dengan cara istikmal (menyempurnakan bilangan bulan tiga puluh hari).

DAFTAR PERPUSTAKAAN

Ibn Hajar al-Asqalani al- hafizd, BULUGHUL MARAM,
Keputusan Muktamar, Munas dan konbes Nahdlatul Ulama , SOLUSI PROBLEMATIKA AKTUAL HUKUM ISLAM, LTN NU Diantama 1926- 1999 M.

Tidak ada komentar: